Di Balik ‘Jazakallaahu Khayra’

Posted on Updated on

جزاك الله خيرا

Suatu ketika, dengan izin Allah saya telah membantu menyelamatkan keamanan seorang Muslimah. Saya pun mengontak pihak berwajib (penanggung jawab). Pihak tersebut kemudian berusaha menemui saya karena ingin berterima kasih. Alhamdulillah.

Selang tak lama kemudian, seorang Muslim memberi saya suatu hadiah melalui perantara. Alhamdulillah. Namun saya lalai dari mengucapkan terima kasih dan syukur kepada beliau, melalui media sosial (WhatsApp). Sampai lebih dari sehari, amalan syukur itu luput dari saya.

Lanjut beberapa hari kemudian, dengan kuasa Allah, saya membantu menyelamatkan barang seorang Muslim. Saya tidak mengetahui tepatnya milik siapa, tapi meyakini itu adalah milik temannya orang yang saat itu dekat dengan saya secara jarak. Lalu saya serahkan padanya dan katakan bahwa itu milik temannya. Tak lama, datang seorang Muslim tergopoh-gopoh. Rupanya ia mencari barang miliknya. Maka temannya itu pun memberikannya padanya. Saat Muslim tersebut bertanya perihal mengapa bisa ada padanya, sang pemberi tidak sama sekali mengisyaratkan bahwa saya lah yang menyelamatkannya. Bahkan sepertinya menisbatkan amalan tersebut pada dirinya atau rekannya. Padahal saya ada di dekatnya. Seketika, walau sejujurnya saya tidak bermaksud untuk dipuji terlebih diagungkan, ada terbitan sakit di hati. Membekas sepanjang kaki melangkah ke hadapan.

Namun, kita mesti tahu, bahwa jika ada orang bersalah pada kita, menyinggung perasaan kita atau menyakiti apapun bagian dari diri kita, sangat mungkin itu adalah refleksi dan balasan untuk perilaku kita juga. Seketika saya mengorek apa yang salah dari diri sendiri. Terilhamkan kemudian bahwa saya belum berterima kasih kepada seorang Muslim yang memberi saya hadiah (sebagaimana cerita di paragraf kedua). Hal itu baru saya ingat dan patenkan sehari setelah kejadian. Maka tak lama menunggu, saya pun mengucapkan rasa syukur kepada beliau atas hadiahnya. Seketika hati saya jauh lebih tenang.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ

“Barangsiapa yang diberikan sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan (untuk memberikan balasan), maka hendaknya ia membalasnya. Jika ia tidak mendapati (kecukupan untuk membalasnya), maka pujilah ia, barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia telah bersyukur kepadanya, barangsiapa menyembunyikannya sungguh ia telah kufur.” [H,R. Abu Daud]

Ternyata, tidak membalas (dengan balasan materi atau ucapan pujian): termasuk kufur nikmat. Siapa yang tidak bersyukur, maka dia kufur. Minimal, pujilah orang yang merelakan suatu hadiah pada kita. Tidak berlalu begitu saja. Dan sebaik-baik pujian adalah ungkapan ‘jazaakallaahu khayra’. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ

“Barangsiapa yang dibuatkan kepadanya kebaikan, lalu ia mengatakan kepada pelakunya: “Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” [H.R. At-Tirmidzy]

Maka, wahai saudaraku yang mulia, jika Anda mendapatkan seseorang mengecewakan Anda setelah Anda menolongnya atau memberinya hadiah, jadikanlah itu teguran. Teguran dari Allah Ta’ala. Bahwa sangat mungkin sebelumnya Anda telah bersikap kufur nikmat. Tidak bersyukur pada manusia. Siapa yang tidak bersyukur pada manusia, ia belum sempurna syukurnya kepada Rabb manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak bersyukur kepada Allah seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” [H.R. Abu Daud]

Lalu mengapa ucapan ‘jazakallaahu khayra’ (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) merupakan pujian tertinggi untuk orang yang memberikan kepada kita hadiah, kebaikan, dan ilmu? Disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah:

لأن الله تعالى إذا جزاه خيرا كان ذلك سعادة له في الدنيا والآخرة

“Karena Allah Ta’ala, jika Dia membalasnya dengan kebaikan, maka itu adalah kebahagiaan untuknya di dunia dan akhirat.” [Syarh Riyadh ash-Shalihin, 6/50]

Semoga tulisan ini Allah jadikan bermanfaat untuk kaum Muslimin.

Fb: Ustadz Hasan Al-Jaizy

Tinggalkan komentar